KETAKUTAN
Kita bisa takut pada hal yang pernah terjadi atau yang sudah pernah kita lihat sebagai alarm perlindungan pada keselamatan kita. Kita tidak ingin mengalami kesalahan/peristiwa yang sama makanya kita pun lebih waspada terhadap kemungkinan terulangnya keadaan yang tidak diharapkan itu. Kata orang hanya keledai yang jatuh pada lubang yang sama untuk kedua kalinya, namun pada kenyataannya manusia bisa berkali-kali
jatuh pada lubang yang sama.
Dewasa ini hal yang lebih ditakutkan adalah ketakutan terhadap apa yang belum terjadi/ belum pernah dilihat, yang tidak diketahui. Kita tidak mau mencoba hal yang baru, atau memberikan ruang baru untuk kemungkinan-kemungkinan baru karena kita malas beradaptasi dengan semua itu. Kita mau hidup tenang apa adanya kondisi duniawi kita tapi menuntut semua itu terus meningkatkan kadar kepuasan kita. Hal itu tidak mungkin karena kita tidak pernah puas karena yang bisa dipuaskan itu jiwa bukan tubuh. Sedangkan untuk memuaskan jiwa tidak bisa dengan hal-hal duniawi, dan kematangan jiwa kita membuat kita terus menerus mencari kepuasan tak tentu arah.
Itu semua karena tidak ada yang bisa melihat pertumbuhan spiritual, karena itu hanya bisa terdeteksi dengan melihat tingkat kepuasan kita dan kemampuan kita menikmati hidup ini. Bila kita tidak pernah merasa damai, merasa ada yang kurang/salah, gelisah, takut, cemas dll, itu semua adalah alarm bahwa kita sudah bukan di tingkat yang dulu lagi, sudah harus menyesuaikan diri di tingkat yang baru. Namun sering kali langkah kita tertahan karena ketakutan.
Hal yang sama terjadi pada saya, saya tidak pernah berniat mempelajari hal spiritual karena ketakutan. Saya takut dengan segala hal yang tidak bisa kasat mata. Walau kata orang saya memiliki kemampuan untuk berhubungan dengan hal itu, namun syukurlah, saya belum pernah mengalaminya sampai saat ini. Bahkan setelah saya melatih meditasi, hal-hal seperti itu tidak pernah terjadi, yang terjadi justru banyaknya sinkronisasi/kebetulan-kebetulan yang baik.
Saya mulai melatih meditasi sebenarnya ketika saya ingin mencoba menenangkan pikiran saya yang makin tidak terkendali dan kebetulan bertemu dengan pembimbing yang saya percayai. Dan saya berpikir berlatih seminggu sekali tidak akan membawa efek apapun, namun ternyata salah, sejak itu terjadi banyak sinkronisasi dan fenomena-fenomena yang luar biasa, menurut orang itu karena saya percaya, santai, tidak memiliki motif apapun dan terbuka. Pantas saja dulu pengalaman saya kali kedua ini berbeda dengan meditasi pertama saya 10thn yang lalu. Saat itu saya tidak nyaman dan berhenti begitu saja, disebabkan ketakutan saya. Banyak hal yang membuat saya cemas dan takut waktu itu, mungkin saat itu meditasi belum sepopuler sekarang.
Beberapa tahun ini saya memikirkan kembali tentang ketakutan baru saya, yaitu ketakutan akan kehilangan. Saya ingat dulu waktu kecil saya takut melihat jendela di salah satu kamar rumahku. Saya selalu menghindari untuk melihat jendela itu setiap malam, sedangkan saya harus melewatinya tiap malam. Sampai suatu hari ketakutan ini membuatku marah, dan saya berjalan mendekati jendela itu dan melihat keluar dari jendela itu, Tidak ada apa-apa, dan sesaat ketakutan saya hilang sama sekali.
Beberapa tahun ini saya tanpa sadari saya mengalami hal yang sama. Saya berusaha berbuat sebaik mungkin, menghindari hal - hal yang memungkinan kehilangan itu terjadi, namun ketakutan itu tetap ada, dan bertambah mengingat betapa berharga hal itu bagi saya. Walau diyakinkan dengan cara apapun bahwa saya tidak akan kehilangan, saya tidak bisa mempercayainya, takdir, diriku sendiri, Tuhan, sahabat dan yang lainnya. Karena ternyata keraguan itu justru pada keyakinanku yang dirasa terlalu prematur. Saya ketakutan pada keyakinan yang belum ada bukti apapun itu, sedangkan saya yakin ada rahasia yang belum terungkap saat itu.
Terlintas di benakku, bila saya terus berusaha maka saya tidak akan pernah terlepas dari ketakutan itu. Inilah saatnya saya masuk ke kondisi kehilangan itu, seperti aku menatap langsung jendela kamar itu. Walau waktunya yang dibutuhkan lebih lama, saya harus merasakan semua kepahitan akan kehilangan itu, dan menerima apa adanya keadaan saya. Awalnya saya berdoa untuk mampu bertahan satu hari saja, lama-kelamaan saya bisa melakukan tugas-tugas yang lebih banyak dan lebih panjang. Bernafas dalam kesedihan ini, berjalan tertatih karena percaya hanya saya sendiri yang bisa membebaskan diri ini.
Saya bersyukur mendapati ketakutan datang dan pergi sesuai sikapku sendiri. Saya terus waspada dan menjaga kestabilan batin ini untuk tetap rileks dari waktu ke waktu. Bila suatu saat kehilangan itu datang kembali dengan sendirinya, maka itu akan membuktikan kepercayaaan dan keyakinan saya dari awal. Ternyata benar, rahasia itu sungguh-sungguh ada dan sekarang sudah terungkap, saya pun semakin yakin bisa menerima dan berjalan bersamanya tanpa ketakutan lagi demi kesempurnaan peranan keadaan ini. Amin
jatuh pada lubang yang sama.
Dewasa ini hal yang lebih ditakutkan adalah ketakutan terhadap apa yang belum terjadi/ belum pernah dilihat, yang tidak diketahui. Kita tidak mau mencoba hal yang baru, atau memberikan ruang baru untuk kemungkinan-kemungkinan baru karena kita malas beradaptasi dengan semua itu. Kita mau hidup tenang apa adanya kondisi duniawi kita tapi menuntut semua itu terus meningkatkan kadar kepuasan kita. Hal itu tidak mungkin karena kita tidak pernah puas karena yang bisa dipuaskan itu jiwa bukan tubuh. Sedangkan untuk memuaskan jiwa tidak bisa dengan hal-hal duniawi, dan kematangan jiwa kita membuat kita terus menerus mencari kepuasan tak tentu arah.
Itu semua karena tidak ada yang bisa melihat pertumbuhan spiritual, karena itu hanya bisa terdeteksi dengan melihat tingkat kepuasan kita dan kemampuan kita menikmati hidup ini. Bila kita tidak pernah merasa damai, merasa ada yang kurang/salah, gelisah, takut, cemas dll, itu semua adalah alarm bahwa kita sudah bukan di tingkat yang dulu lagi, sudah harus menyesuaikan diri di tingkat yang baru. Namun sering kali langkah kita tertahan karena ketakutan.
Hal yang sama terjadi pada saya, saya tidak pernah berniat mempelajari hal spiritual karena ketakutan. Saya takut dengan segala hal yang tidak bisa kasat mata. Walau kata orang saya memiliki kemampuan untuk berhubungan dengan hal itu, namun syukurlah, saya belum pernah mengalaminya sampai saat ini. Bahkan setelah saya melatih meditasi, hal-hal seperti itu tidak pernah terjadi, yang terjadi justru banyaknya sinkronisasi/kebetulan-kebetulan yang baik.
Saya mulai melatih meditasi sebenarnya ketika saya ingin mencoba menenangkan pikiran saya yang makin tidak terkendali dan kebetulan bertemu dengan pembimbing yang saya percayai. Dan saya berpikir berlatih seminggu sekali tidak akan membawa efek apapun, namun ternyata salah, sejak itu terjadi banyak sinkronisasi dan fenomena-fenomena yang luar biasa, menurut orang itu karena saya percaya, santai, tidak memiliki motif apapun dan terbuka. Pantas saja dulu pengalaman saya kali kedua ini berbeda dengan meditasi pertama saya 10thn yang lalu. Saat itu saya tidak nyaman dan berhenti begitu saja, disebabkan ketakutan saya. Banyak hal yang membuat saya cemas dan takut waktu itu, mungkin saat itu meditasi belum sepopuler sekarang.
Beberapa tahun ini saya memikirkan kembali tentang ketakutan baru saya, yaitu ketakutan akan kehilangan. Saya ingat dulu waktu kecil saya takut melihat jendela di salah satu kamar rumahku. Saya selalu menghindari untuk melihat jendela itu setiap malam, sedangkan saya harus melewatinya tiap malam. Sampai suatu hari ketakutan ini membuatku marah, dan saya berjalan mendekati jendela itu dan melihat keluar dari jendela itu, Tidak ada apa-apa, dan sesaat ketakutan saya hilang sama sekali.
Beberapa tahun ini saya tanpa sadari saya mengalami hal yang sama. Saya berusaha berbuat sebaik mungkin, menghindari hal - hal yang memungkinan kehilangan itu terjadi, namun ketakutan itu tetap ada, dan bertambah mengingat betapa berharga hal itu bagi saya. Walau diyakinkan dengan cara apapun bahwa saya tidak akan kehilangan, saya tidak bisa mempercayainya, takdir, diriku sendiri, Tuhan, sahabat dan yang lainnya. Karena ternyata keraguan itu justru pada keyakinanku yang dirasa terlalu prematur. Saya ketakutan pada keyakinan yang belum ada bukti apapun itu, sedangkan saya yakin ada rahasia yang belum terungkap saat itu.
Terlintas di benakku, bila saya terus berusaha maka saya tidak akan pernah terlepas dari ketakutan itu. Inilah saatnya saya masuk ke kondisi kehilangan itu, seperti aku menatap langsung jendela kamar itu. Walau waktunya yang dibutuhkan lebih lama, saya harus merasakan semua kepahitan akan kehilangan itu, dan menerima apa adanya keadaan saya. Awalnya saya berdoa untuk mampu bertahan satu hari saja, lama-kelamaan saya bisa melakukan tugas-tugas yang lebih banyak dan lebih panjang. Bernafas dalam kesedihan ini, berjalan tertatih karena percaya hanya saya sendiri yang bisa membebaskan diri ini.
Saya bersyukur mendapati ketakutan datang dan pergi sesuai sikapku sendiri. Saya terus waspada dan menjaga kestabilan batin ini untuk tetap rileks dari waktu ke waktu. Bila suatu saat kehilangan itu datang kembali dengan sendirinya, maka itu akan membuktikan kepercayaaan dan keyakinan saya dari awal. Ternyata benar, rahasia itu sungguh-sungguh ada dan sekarang sudah terungkap, saya pun semakin yakin bisa menerima dan berjalan bersamanya tanpa ketakutan lagi demi kesempurnaan peranan keadaan ini. Amin
Komentar
Posting Komentar